PELAKSANAAN WAKAF UANG DAN SOSIALISASINYA

BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. LATAR BELAKANG

Wakaf adalah merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat islam, untuk itu berbagai upaya terus dilakukan untuk mendorong dan memfasilitasi pengelolaan dan pemberdayaan wakaf secara berkesinambungan.

Dalam Undang – undang No 41 tahun 2004 dijelaskan bahwa Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentinganya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah sedangkan Harta Benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka waktu panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.

Sejak terjadinya krisis ekonomi dan melonjaknya angka kemiskinan di tanah air kita, maka wakaf semakin dirasa penting peranannya dalam menanggulangi problem sosial dan ekonomi di tengah masyarakat. Untuk itu maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk memberikan pemahaman terhadap wakaf serta merumuskan strategi pengelolaan dan pemberdayaan harta benda wakaf agar tujuan, fungsi dan peruntukan dari perwakafan tesebut dapat tercapai secara optimal dan dirasakan manfaatnya oleh segenap masyarakat

Pada kenyataannya pengertian wakaf yang berkembang pada masyarakat hanya berkisar tentang mempergunakan atau mewakafkan tanah saja untuk keperluan ibadah mahdhah. Jarang sekali masyarakat mengetahui atau mengenal bentuk wakaf yang  tidak hanya berupa tanah yang dipergunakan untuk kepentingan ibadah mahdah. Hal ini amat sangat bisa terjadi karena pengetahuan atau informasi masyarakat tentang wakaf masih kurang atau minim, yang dikarenakan pemahaman ataupun pengetahuan masyarakat tentang wakaf  minim. Pengembangan fikih wakaf tentang pelaksanaan wakaf selama ini belum banyak digunakan untuk kebutuhan yang bersifat produktif. Padahal pada kenyataannya hal ini amat diperlukan karena pembiyaan dalam pengelolaan wakaf sendiri ternyata membutuhkan dana untuk pengembangannya. Oleh karenanya perkembangan fikih wakaf untuk barang selain tanah mulai dipikirkan .

Pada tahun 2002 Majelis Ulama Indonesia memberikan fatwa tentang wakaf uang. Ada beberapa point penting tentang keputusan wakaf uang. Yang pertama wakaf uang (cash wakaf/waqf al Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Kedua yang termasuk kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Ketiga      Hasil fatwa Majelis Ulama Indonesia membolehkan (jawaz) pelaksanaan wakaf uang tersebut. Keempat wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-ahal yang dibolehkan secara syar’i, dan yang kelima nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Hal ini perlu ditanggapi secara positif; landasan syar’i yang dijadikan pedoman umat Islam semakin kuat dan jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan lagi. Akan tetapi karena umurnya yang belum lama menjadikan permasalahan wakaf tunai ini belum banyak dikenal dalam masayarakat Islam. Inilah yang menjadikan landasan untuk diadakan sosialisasi tentang wakaf tunai ini secara lebih aktif dengan harapan informasi ini dapat diterima dan difahami oleh umat Islam.

  1. B. LANDASAN HUKUM

Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari :

  1. Surat Ali Imran : 92 yang artinya ”Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
  2. Surat Al Baqarah ayat 261-262 yang artinya “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir : seratus biji Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas (kurnia lagi Maha Mengetahui). Orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala disisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
  3. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW  bersabda : “Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara : ahadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat anak shaleh yang mendoakan orang tuanya”. ( HR Muslim ).
  4. Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata Umar ra berkata kepada nabi SAW, “Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi SAW berkata, “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah !.(HR. Annasa’i)
  5. Keputusan fatwa Komisi Fatwa MUI 11 Mei 2002 tentang Wakaf Uang
  6. Perundang-undangan, Peraturan, dan Keputusan
    1. UU Nomer 41 Tahun 2004, Pasal 28, 29, 30, 31 tentang wakaf benda bergerak berupa uang
    2. PP Nomer 42 Tahun 2006, Pasal 22, 23, 24,25,26, 27  tentang benda bergerak berupa uang
    3. KMA no. 73/78  tentang pendelegasian wewenang kepada Kakanwil Departemen Agama Propinsi/setingkat diseluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap Kepala KUA Kecamatan sebagai PPAIW
    4. KMA no. 4 tahun 2009 tentang Wakaf Uang Tunai
  1. C. TUJUAN

Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf tidak hanya berfungsi sebagai ibadah ritual semata tetapi juga berfungsi sosial. Ia merupakan bentuk pernyataan iman yang mantap dan rasa solidaritas yang tinggi antar sesama manusia. Oleh karenanya, wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara hubungan vertikal ( hablun min Allah ) dan horizontal ( hablun min al-nas ). Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian. Ia adalah suatu bentuk amal yang pahalanya akan selalu mengalir selama harta wakaf dimanfaatkan.

Dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset yang amat bernilai dalam pembangunan sosial yang tidak memperhitungkan jangka waktu dan keuntungan materi bagi orang yang mewakafkan. Dilihat dari sisi manfaat, dari dana wakaf pula fakir miskin dapat disantuni, lembaga-lembaga sosial tumbuh berkembang, rumah-rumah ibadah didirikan, sekolah-sekolah dan rumah sakit serta panti asuhan dibangun. Menurut catatan John L Esposito, salah satu contoh pembangunan yang dibiayai dengan hasil wakaf ialah Universitas Al-Azhar Kairo yang dibangun pada tahun 972, dan Rumah Sakit anak-anak Syisyli di Istanbul yang didirikan pada tahun 1898. Gambaran Esposito ini adalah satu contoh dari sekian banyak lembaga-lembaga sosial yang didirikan dan dijalankan dengan hasil dana wakaf.

Oleh karenanya perlu adanya pemberdayaan dan pengembangan wakaf itu sendiri sehingga tidak hanya mencakup tentang ibadah mahdah saja akan tetapi juga tentang operasional dan pengembangan dari wakaf itu sendiri untuk syiar serta kemalshatan umat itu sendiri. Wakaf uang merupakan hal yang baru, namun patut dikembangkan untuk perkembangan umat. Uang merupakan elemen yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha, setiap usaha yang ada di bumi ini selalu membutuhkan uang baik untuk memulainya ataupun mengembangkannya. Oleh karena itu fungsi uang ini amat mendasar dan sangat dimungkinkan untuk pengembangan wakaf dalam bentuk tunai untuk kemaslahatan umat. Banyak sekali manfaat yang akan diraih jika pelaksanaan wakaf uang ini dapat dilaksanakan.

Sektor ekonomi merupakan tonggak terpenting dalam rangka peningkatan kesejahteraan sehingga sangat dimungkinkan peningkatan kesejahteraan umat dengan pengelolaan wakaf uang secara profesional. Dari umat, oleh umat, dan untuk kemaslahatan umat.

BAB II

RUMUSAN KEGIATAN

Rumusan kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan wakaf uang

  1. Persiapan
  2. Pelaksanaan Wakaf
    1. Wakif mempersiapkan uang yang akan diwakafkan dan memberikan keterangan tentang asal uang
    2. Menentukan peruntukan uang yang akan diwakafkan.
    3. Kemudian nadzir dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengadakan konsultasi dengan Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU)

Wakif datang ke LKSPWU  (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf  Uang) dengan disaksikan oleh nadzir (Badan Wakaf Indonesia/BWI) dengan menyebutkan tujuan peruntukan wakaf uang dengan jangka waktu yang ditentukan. Setelah itu pihak wakif bersama nadzir/BWI  menunjuk ke investor dan atau usaha yang disepakati. Setelah itu pihak LKSPWU dengan disaksikan wakif uang tersebut diinvestasikan dalam bentuk saham (Investasi jual beli dan atau usaha) dengan sistem bagi hasil/mudzarabah dengan pembagian 40:60, dimana 40% untuk LKSPWU dan 60% untuk mauquf’alaih.

  1. Pengawasan

Nadzir, Badan Wakaf Indonesia (BWI),  Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU) dan Wakif  berhak mengawasi jalannya pengelolaan wakaf uang tersebut secara terpadu.

  1. Evaluasi

Menganalisa untuk mengontrol perkembangan wakaf uang tersebut secara berkala.

BAB III

PERMASALAHAN DAN PEMECAHANNYA

  1. A. Permasalahan
    1. 1. Masalah Paradigma

Pemahaman wakaf yang ada di masyarakat tentang wakaf selama ini hanya sekedar penggunaan tanah untuk pendirian masjid atau mushalla, lembaga pendidikan dan lain-lain belum mengarah kepada penggunaan secara produktif untuk modal usaha. Selain itu untuk wakaf yang berbentuk uang sebagai aset wakaf belum pernah dan familiar dalam masyarakat Islam.

Paradigma harta wakaf yang seringkali dipahami oleh masyarakat adalah hanya sebidang tanah yang peruntukkannya untuk ibadah mahdhah seperti sarana ibadah dan lain sebagainya. Pengekangan atau pembentukan pemikiran tentang wakaf yang hanya untuk tanah inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya atau bahkan kurang bermanfaatnya wakaf itu sendiri. Pemahaman yang berkembang dalam masyarakat ini dipengaruhi oleh pemikiran madzhab Syafi’i yang terkenal agak kaku tentang masalah harta wakaf ini. Referensi tentang produk fiqh ini tidak diimbangi dengan pembanding fiqh lain yang sangat dimungkinkan dalam pengembangan wakaf itu sendiri.

Pada masa Rasulullah SAW sebenarnya sudah mencontohkan/mengajarkan wakaf dikalangan sahabat seperti ketika sahabat Ali ra membeli sumur untuk diwakafkan pada kaum muslimin juga dengan umar yang mewakafkan hasil kebunnya untuk perkembangan Islam. Selain itu pada masa Rasulullah SAW para sahabat yang tidak bisa berangkat perang mewakafkan baju perangnya untuk sahabat lain yang mengikuti peperangan.

Paradigma inilah yang menyebabkan pengertian dari masyarakat sendiri hanya mengenai pengelolaan wakaf yang masih bersifat konvensional belum mengarah ke arah yang produktif.

  1. 2. Masalah Sosialialisasi

Pada kenyataan yang ada dalam proses wakaf selama ini yang dijadikan nadzir adalah dari golongan berpengaruh dan mempunyai pemahaman tersendiri tentang wakaf.

Nadzir kebanyakan yang diambil dari nasy yang dianggap sebagai tokoh Agama, tokoh masyarakat, dan kurangnya daya pemahaman mengenai aturan-aturan wakaf dari pemerintah serta perkembangan fikih kontemporer. Sebagaimana kita ketahui  bersama bahwa madzhab yang populer di Indonesia adalah madzhab Syafi’i yang belum mengenal atau menerangkan tentang wakaf uang. Hal ini yang menjadikan permasalahan ketika dihadapkan dengan adanya sebuah pemahaman fiqh baru, karena kebanyakan masyarakat akan mengalami konflik dengan adanya pemahaman  fiqh baru. Hal ini menyebabkan sebuah strategi tersendiri untuk dapat mempopulerkan pemahaman fiqh tentang wakaf uang terhadap masyarakat dengan pemmahaman yang sudah ada, karena selama ini masih belum ada formula yang tepat untuk mensosialisasikan wakaf uang ini kepada masyarakat umum khususnya bagi nadzir yang kebanyakan adalah tokoh agama dan tokoh masyarakat.

Masalah sosialisasi ini tidak hanya terjadi pada sektor grass root/masyarakat bawah. Akan tetapi juga tentang penggunaan media. Selama ini penggunaan media yang dilakukan untuk mengiklankan atau mengenalkan masalah wakaf uang amat sangat kurang atau bahkan tidak ada. Media yang digunakan tidak hanya media cetak akan tetapi juga media elektronik. Hal inilah yang menyebabkan kurang dikenalnya masalah wakaf uang yang merupakan produk fiqh tentang wakaf baru.

Selain itu selama ini sosialisasi yang dilakukan belum menyentuh atau bahkan memasuki ranah kurikulum dunia pendidikan kita. Sektor pendidikan merupakan sisi yang juga harus dimasuki untuk mempopulerkan tentang wakaf uang sehingga dari dini sudah mengenal tentang wakaf khususnya wakaf uang ini.

  1. 3. Masalah Kelembagaan

Kita ketahui bersama bahwa masalah wakaf uang merupakan hal yang baru di Indonesia, sehingga untuk pengelolaannya dibutuhkan lembaga tersendiri yang kompeten serta profesional. Agar harta wakaf dapat memberikan manfaat yang lebih banyak dan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat diperlukan setrategi agar tujuan tersebut tercapai, strategi itu meliputi :

  1. Sumber Daya Manusia (SDM) Nadzir yang profesional.

Secara umum Nadzir mempunyai peran sentral dalam pengelolaan harta wakaf. Untuk itu eksistensi dan kualitas SDM-nya harus betul-betul diperhatikan. Dalam tinjauan fikih Islam, persyaratan Nadzir ( baik perseorangan maupun kelembagaan) adalah :

  1. Beragama Islam
  2. Mukallaf (memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum)
  3. Baligh (sudah dewasa)
  4. `Aqil (berakal sehat)
  5. Memiliki kemampuan dalam mengelola wakaf(profesional)
  6. Memiliki sifat amanah, jujur dan adil.

Adapun ukuran profesionalisme nadzir dalam pengelolaan harta wakaf, khususnya tanah wakaf produktif strategis adalah:

  1. Mempunyai kapasitas yang baik dalam Leadership (kepemimpinan).
  2. Memiliki visi yang jelas,
  3. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual, sosial dan pemberdyaan.
  4. Mempunyai kemampuan menejerial dalam pengelolaan harta.
  5. Dukungan Advokasi

Setelah diadakan inventarisasi secara nasional dan spesifikasi terhadap wakaf uang, hal yang segera dilakukan adalah membentuk tim advokasi terhadap wakaf uang agar tidak terjadi sengketa. Pembentukan tim advokasi ini bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga nadzir yang bersangkutan bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai pihak yang memberikan pengayoman dan pembinaan secara kelembagaan.

  1. Dukungan Keuangan

Upaya pengembangan harta wakaf produktif strategis sangat tergantung oleh dukungan keuangan yang memadai untuk membiayai seluruh oprasionalisasi pengelolaan dan cadangan devisa yang memungkinkan. Dukungan keuangan ini bisa didapatkan melalui lembaga-lembaga keuangan terkait, khususnya lembaga kauangan syari`ah, lembaga-lembaga investasi atau perseorangan yang memiliki modal cukup dengan sistem bagi hasil kemitraan atau instrumen lembaga ekonomi islam lainya, seperti : zakat, infaq dan sedekah (ZIS). Atau kalau memungkinkan menjalin kerjasama dengan lembaga asing yang mempunyai Concern (kepedulian) terhadap pengembangan harta wakaf seperti Islam Development Bank (IDB), lembaga-lembaga perbankan negeri Muslim lainya atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam maupun luar negeri yang berminat dalam pemberdayaan tanah wakaf produktif strategis.

  1. Adanya pengawasan

Pengawasan ini diperlukan agar tanah wakaf produktif strategis yang ada menjadi aman karena dirasakan adanya upaya pihak-pihak tertentu, termasuk oknum nadzir yang ingin menukar atau menggelapkan uang. Dukungan pengawasan yang bersifat internal sudah menjadi keharusan, bersamaan dengan kepedulian masyarakat sekitar terhadap keutuhan wakaf uang. Disamping pengawasan yang bersifat umum tersebut, juga diperlukan pengawasan pengelolaan agar pelaksana kenadziran yang mengurusi langsung terhadap harta wakaf tersebut, juga diperlukan pengawasan pengelolaan agar pelaksana kenadziran yang mengurusi langsung terhadap harta wakaf tersebut dapat menjalankan perannya secara baik dan benar, sehingga menghasilkan keuntungan yang memadai. Aspek pengawasan pengelolaan internal ini meliputi : Penaksir nilai, menejemen pelaporan kepada pihak atau lembaga yang lebih tinggi.

Pada kenyataannya lembaga yang ditunjuk untuk mengelola tentang wakaf uang ini masih di tingkat pusat belum bisa merambah sampai ke tingkat daerah. Belum semua daerah memiliki Lembaga Keuangan Syari’ah Penerima Wakaf Tunai (LKSPWU) baru sampai tingkat kot belum ke tingkat kabupaten. Meskipun sudah; sosialisanya masih kurang terhadap masyarakat.

Di tingkat formal pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang menjadi Nadzir pelaksanaan wakaf Tunai belum terbentuk. Baru ditingkat pusat yang sudah terbentuk akan tetapi belum proaktif untuk mempopulerkan wakaf tunai ini. Oleh sebab itu dari segi kelembagaan belum terbentuk sampai ke tingkat daerah.

  1. B. Pemecahannya

Dari  permasalahan diatas tentu saja harus dilakukan usaha untuk memecahkannya. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut.

  1. Melakukan  sosialisasi tentang paradigma wakaf uang melalui media cetak dan elektronik (TV, radio, website, buletin, pamflet, leafleat, khutbah jumat dll)
  2. Melakukan pembinaan melalui forum nadzir. Oleh sebab itu diperlukan pembentukan forum nadzir yang merata sampai tingkat kecamatan.
  3. Meningkatkan kuantitas pertemuan forum nadzir dan atau asosiasi Nadzir.
  4. Mengenalkan wakaf uang pada anak mulai tingkat pendidikan dasar sampai Perguruan Tinggi dengan memasukkan kedalam kurikulum Pendidikan Agama Islam.
  5. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) sampai tingkat daerah.

Diterbitkan oleh Sayang dan peduli

Peduli semua

Satu pendapat untuk “PELAKSANAAN WAKAF UANG DAN SOSIALISASINYA

Tinggalkan komentar