BEBERAPA PANDANGAN TENTANG NIKAH MUT’AH

BEBERAPA PANDANGAN

TENTANG NIKAH MUT’AH

(Kajian Pandangan Ulama terhadap Nikah Mut’ah)

I. PENDAHULUAN

Di tengah-tengah masyarakat kita sering mendengar tentang kawin kontrak. Sebuah perkawinan yang didasarkan pada kesepakatan untuk mengadakan ikatan lahir batin suami istri, yang mana ikatan perkawinannya disandarkan pada waktu tertentu yang sudah disepakati. Kita juga sering mendengar dan menemui tentang istilah nikah mut’ah. Bagaimana sebenarnya kawin model seperti ini, bagaimana pandangan para ulama terhadap model kawin mut’ah atau kawin sementara ini. Kita cermati pandangan dan pendapat dalam masalah ini.

Menurut sebagaian para ulama kawin mut’ah sering juga disebut dengan sebutan “kawin terputus”. Disamping itu nikah mut’ah terkenal dengan sebutan “kawin sementara”, ada juga yang menyebutnya dengan sebutan “aqad kecil”. Kenapa disebut demikian, karena model perkawinan mut’ah ini amatlah terbatas dengan adanya pembatasan waktu. Samakah nikah mut’ah ini dengan nikah sementara ? Sebagian ulama yang lain memandang bahwa ada perbedaan antara nikah sementara dengan nikah mut’ah. Pada nikah mut’ah tidak dipergunakan didalam ijab qabul lafadz nikah atau lafadz yang sama artinya dengan nikah, akan tetapi dipergunakan lafadz mut’ah atau yang sama pengertiannya dengan nikah mut’ah. Sebaliknya pada nikah sementara, dipergunakan lafadz nikah atau yang sama artinya dengan itu.

Disebut dengan nikah mut’ah apabila dalam aqad perkawinannya memenuhi hal-hal sebagai berikut :

1. Lafadz sighat ijabnya menggunakan lafadz-lafadz mut’ah atau yang sama artinya dengan mut’ah yang berarti bersenang-senang.

2. Dalam nikah mut’ah tidak ada wali, perkawinan mut’ah tanpa wali.

3. Dalam nikah mut’ah tidak dihadirkan saksi, perkawinan mut’ah tanpa wali.

4. Dalam aqad nikah mut’ah terdapat ketentuan pembatasan waktu, misalnya untuk satu minggu, satu bulan atau satu tahun dan sebagainya.

Menurut Imamiyah masa mut’ah tidak boleh melebihi 45 hari.

5. Mahar atau mas kawin wajib disebutkan dalam proses aqad ijab qabul.

6. Kedudukan anak dalam nikah mut’ah seperti kedudukan anak dalam nikah biasa.

7. Bila tidak disyaratkan maka antara suami istri tidak bisa saling mewarisi.

8. Talak tidak berlaku sebelum masa yang disepakati berakhir.

9. Dalam nikah mut’ah masa iddah dihitung dua kali suci/haid.

10. Tidak dikenal dengan nafkah iddah.

 

Nikah mut’ah terjadi apabila ada seorang laki-laki mengawini perempuan untuk waktu yang dibatasi. Dinamakan nikah mut’ah karena laki-lakinya bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu. (Syayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah VI,Alih Bahasa Drs. Moh Thalib, Al-Ma’arif, Bandung, 1993, h. 57).

Perbedaan nikah mut’ah dengan nikah biasa adalah sebagai berikut :

1. Pada nikah biasa tidak terdapat pembatasan waktu, misal untuk satu minggu, satu bulan, satu tahun dan sebagainya.

2. Pada nikah biasa tidak terdapat pembatasan waktu.

3. Pada nikah biasa secara otomatis antara suami istri saling mewarisi.

4. Pada nikah biasa apabila terjadi talak dapat memutuskan akad perkawinan.

5. Pada nikah biasa mas kawinatau mahar harus disebutkan dalam akad dan hukumnya sunnah. Sedang dalam nikah mut’ah mas kawin disebutkan sebelum lafadz akad diucapkan.

6. Pada nikah biasa iddah wanita tiga kali suci/haid.

Menurut Zufar, kawin mut’ah jika disebutkan tegas-tegas batas waktunya maka kawinnya sah, tetapi pembatasan waktunya batal. Hal ini apabila di dalam lafadz ijab qabulnya digunakan kata-kata tajwij (kawin), tetapi kalau dipakai kata-kata mut’ah (sementara) maka Zufar sependapat denga ulama-ulama lainnya akan batalnya kawin mut’ah ini.

 

II. PANDANGAN PARA ULAMA

Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama, bahwa pada permulaan Islam nikah Mut’ah haram hukumnya, dan apabila ada perbedaan pendapat para ulama menurut mereka karena hukum nikah mut’ah tersebut telah dinasakhkan.

Pandangan para ulama tentang nikah mut’ah akhirnya berbeda-beda. Hal ini disebabkan sekali lagi karena adanya penghapusan hukum dari yang semula diperbolehkan kemudian diharamkan.

 

 

 

Diterbitkan oleh Sayang dan peduli

Peduli semua

2 tanggapan untuk “BEBERAPA PANDANGAN TENTANG NIKAH MUT’AH

  1. bukankah nikah mut’ah itu tdk d larang oleh Nabi SAW, dan yg melarang adalah Umar bin Khottob ketika menjbt sbg khalifah ?

Tinggalkan komentar